Pertama-tama saya ingin memberi catatan kecil mengenai pameran tunggal saya kali ini, yang merupakan pameran perdana di ruang baru paska renovasi, dan sekaligus menjadi uji coba aktivasi pameran selama masa pandemi. Bagi saya, pameran ini ibarat ‘pulang ke rumah’ atau ‘singgah sejenak’ diantara perjalanan-perjalanan panjang. Pulang ke rumah yang saya dan kawan-kawan hidupi, dengan tawa dan tangis selama lebih dari 18 tahun ini. Secara garis besar, pameran ini adalah kisah hidup saya selama pandemi; khususnya kerja-kerja bareng saya bersama kawan-kawan dan kelompok tani di Kulonprogo. Kisah yang mulanya berisi hidup manusia-manusia lain namun saya serap menjadi diri dan mewujudkannya dalam karya-karya seni yang terpajang di galeri ini.

Kisah 1
Cerita saya mulai dari Panen Apa hari ini (PARI). PARI adalah platform kerja sama untuk membangun ruang hidup bersama dan mengembangkan rantai distribusi hasil panen langsung dari petani. Di Pari saya bekerjasama dengan Pak Ustad Sofyan, Mas Aulya Noer Rahmat, Kelompok Wanita Tani (KWT) Langgeng Makmur Lendah, dan warga yang lain di Kulonprogo. Ke depan PARI akan memperluas jaringan dengan para petani di wilayah-wilayah lain. Selain distribusi, PARI juga bermaksud untuk mengembangkan pengetahuan mengenai ekologi, sosial, dan budaya.

Sebagai seniman, saya selalu melakukan observasi lapangan dan memanfaatkan dokumentasi dan arsip, hal-hal yang saya anggap menjadi dasar dari imajinasi dan kerangka berfikir, dan menjadi ukuran dari relevansi dan kontekstualitas karya saya.

Seri karya “Pelanggan-pelanggan 4.0” yang terpajang di ruang tengah ini, adalah salah satu olahan dari dokumentasi pelanggan PARI. Pelanggan adalah bidang pemantul atas apa yang saya pikirkan. Saya banyak berdiskusi dengan mereka, yang kebetulan berasal dari berbagai latar belakang; ada yang seniman, kurator, peneliti, wartawan, dosen arsitek, antropologi, maupun pegiat komunitas. Ada yang pesan untuk dirinya sendiri, maupun untuk dibagikan pada orang lain. Semua pesanan saya antar langsung di rumah masing-masing tanpa biaya tambahan. Pengetahuan dan jejaring saya semakin luas dari obrolan-obrolan itu. Dalam setiap interaksinya saya selalu mendokumentasikan dan membuat potret mereka dengan latar lingkungan sekitar rumah. Dari dokumentasi dan potret inilah muncul seri karya “Pelanggan-pelanggan 4.0”
Kisah 2
Kegiatan saya berikutnya lebih pada pengembangan produksi pengetahuan yang dimaksudkan dalam PARI, dimana saya bekerjasama dengan Kelompok Wanita Tani (KWT) “Langgeng Makmur” di Jatirejo, Lendah, Kulonprogo untuk mengembangkan peta produksi dan distribusi pangan anggota KWT. Peta ini akan berisi lokasi dan penggunaan lahan warga; apa saja yang ditanam serta lokasi-lokasi warung-warung distribusinya. Dalam proyek ini saya berbicara dan berdiskusi dengan warga tentang apa saja yang ada dalam peta dan bagaimana akan ditampilkan.

Penggerak utama saya untuk terlibat dalam proyek ini adalah melihat semangat dan cara pengorganisasian yang mereka terapkan. Meski tidak semua memiliki lahan bertani yang luas, mereka tetap berupaya menanam di pekarangan rumah masing-masing. Kegiatan mereka sangat terorganisir dan aktif dalam gerakan menanam di pekarangan rumah. Ada yang menanam sayur mayur, buah-buahan, dan tanaman hias. Tak sedikit dari mereka yang melakukan budidaya ikan, jamur, ternak, dll. Limbah dari air kolam juga dimanfaatkan dengan cara dialirkan melalui pipa-pipa untuk menyiram tanaman. Begitu juga dengan kotoran ternak, mereka memanfaatkan menjadi pupuk dan bio gas untuk kebutuhan penanaman dan memasak di rumah.

Sebagian hasil dari tanaman yang mereka olah juga didistribusikan untuk dijual di e-warong (warung gotong royong). Sebuah platform yang digagas dan dikerjakan oleh Kelompok Difabel Desa (KDD) di daerah yang sama. Sampai dititik ini, bisa kita bayangkan bagaimana warga berdaya berjejaring dari kelompok satu ke kelompok yang lain. Bertukar semangat dan harapan. Oleh sebab itu saya merasa Panduan Peta KWT ini menarik dan penting untuk direalisasikan. Sebab dengan membuka seluas-luasnya informasi mengenai apa yang telah dikerjakan oleh Ibu-ibu KWT, maka semakin besar pula peluang baik kedepan untuk berjejaring dan membuka kesempatan kerjasama dengan pihak yang lebih luas. Proyek ini sedang dalam proses pengerjaan dan akan selesai antara bulan Oktober dan November.

Kisah 3
Selama kegiatan di lapangan, saya banyak sekali menemukan hal-hal yang menarik, baik benda yang sudah dipakai atau dijual di warung anggota KWT,seperti penggaruk tanah berbentuk tangan. Bagi saya, benda ini memiliki bentuk yang sangat unik dan dapat dipakai untuk merepresentasikan hubungan kelompok Wanita Tani (KWT) dengan Kelompok Difabel Desa (KDD). Saya mencoba membuat reka ulang penggaruk tanah tersebut dengan bahan plat yang lebih tipis agar mudah dibentuk menjadi bahasa isyarat teman-teman bisu tuli. Komposisi tersebut bertuliskan “Langgeng Makmur” dan diolah dengan pendekatan bahasa isyarat Sibi.

Selain itu saya juga mencoba membuat olahan kolase fotografi dengan sumber dokumentasi portrait diri masing-masing anggota KWT dengan imbuhan tanaman yang mereka tanam. Dalam kolase ini mungkin sedikit berbeda dengan kolase “Pelanggan-pelanggan 4.0”. Saya mempertahankan muka para Ibu-ibu KWT dengan harapan kita dapat mengenali satu persatu wajah-wajah mereka. Dua karya foto ini adalah sampel dari seri karya yang nantinya akan saya kerjakan.
Silahkan klik link WhatsApp dalam setiap info panen dan kebutuhan produk yang ingin anda pesan.
Khusus area Yogyakarta gratis ongkos kirim.
Tulis pesan:
