Wawasan

E-katalog Catatan panen 1/ Dililit kacang panjang/ Juni 2020

Catatan panen oleh Anang Saptoto

Ilustrasi karya “Dililit kacang panjang”, Anang Saptoto, fotografi di cetak di atas kertas foto, edisi 5 Ap 3, 2020

 

Jauh sebelum panen

Catatan ini saya mulai dengan cerita mengenai ide distribusi hasil panen ini muncul. Berawal dari ajakan seorang teman, Leilani Hermiasih (Frau) untuk terlibat dalam kelompok pemasak di salah satu inisiatif dapur umum yang digagas oleh Rully Shabara (Senyawa). Niatnya melibatkan diri sebagai pemasak, meski sebenarnya saya tidak cukup yakin dengan masakan saya. Dalam ketidak yakinan itu, saya menyadari dan mengambil keputusan untuk membuat menu pelengkap saja, yaitu sambal bawang. Membuat sambal adalah rutinitas harian saya di rumah, yang telah teruji setidaknya sejak 25 tahun belakangan ini.

Awalnya saya membayangkan, apa mungkin cabai yang saya pakai dapat saya peroleh dari petani di Kulonprogo. Sebab saya ingat dulu waktu masih menemani warga penolak penggusuran bandara kulonprogo, di sana banyak petani yang menanam cabai. Lalu saya telfon Pak Ustad Sofyan, menanyakan apakah ada panen cabai saat itu. Menurut Pak Ustad, kemungkinan cabai baru dipanen setelah hari raya Idul Fitri katanya. Waktu itu yang tersedia lebih banyak sayuran.

Sebagai informasi, Pak Ustad Sofyan adalah salah satu pengurus Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP). Beliau adalah satu dari sekian banyak warga terdampak penggusuran pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) atau sekarang kita kenal Yogyakarta International Airport (YIA). Pak Ustad Sofyan dan sebagian besar warga terdampak adalah seorang petani, sebab pada kenyataannya YIA tak hanya menggusur ruang hidup warga, lebih dari itu YIA menghilangkan sebagian besar lahan pertanian dan mata pencaharian warga di 5 desa di Temon. Meski harus menyingkir dari area pembangunan bandara, sampai detik ini tanah Pak Ustad dan warga yang lain masih berstatus tidak jual. Beliau dan banyak warga penolak penggusuran berprinsip menolak tanpa syarat. Oleh karena itu, tak ada sedikitpun terpikir mengambil uang ganti rugi di pengadilan, seperti yang dilakukan banyak warga yang pro maupun pro bersyarat. Mereka menyingkir, sebab area itu memang tak layak lagi dihuni. Dia merasa tugas sebagai sesama manusia telah dia lakukan yaitu mengingatkan negara dan mempertahankan ruang hidup bersama dari perusahaan penggusur paksa. Kini Pak Ustad menyewa lahan untuk melanjutkan bercocok tanam. Saya senang masih bisa berinteraksi dengan warga-warga terdampak yang gigih dan pemberani ini.

 

Panen pertama

Dua hari sebelum lebaran, Pak Ustad menelfon. Beliau memberi kabar panen cabai segera tiba. Tanpa pikir panjang, saya mengajaknya bertemu langsung di lahan keesokan harinya. Tepat di hari terakhir puasa Ramadan 2020, saya datang ke lahan, Pak Ustad sudah menunggu bersama dua anaknya, duduk di atas tikar. Kami berbincang mengenai situasi kami masing-masing selama masa pandemi ini. Menurut Pak Ustad, tidak ada yang berubah jadwal para petani bekerja di lahan. Bedanya mungkin mereka harus membiasakan memakai masker.

Kami berdiskusi mengenai tanaman, masa tanam, dan panen. Saya banyak bertanya dan belajar dari Pak Ustad. Dalam diskusi tersebut, saya menyampaikan ide untuk membuat satu bentuk distribusi hasil panen dan menjualnya dengan cara online. Terus terang saat itu, ide tersebut juga belum siap, lebih tepatnya mungkin baru sebatas wacana. Saya banyak bertanya dan memastikan apakah yang saya pikirkan apakah sesuai dengan kultur pertanian di sini. Ternyata hal itu juga menjadi pengalaman pertama Pak Ustad, membantu menjualkan hasil panen warga sekitar lahannya. Rencana ini secara tidak langsung memaksa kami belajar pada sesuatu yang belum pernah kami lakukan sebelumnya. Namun kami tertarik untuk mencoba dan mempelajarinya.

Tiga hari kemudian Pak Ustad memberi kabar kalau di lahan tersedia kacang panjang, terong ungu, dan cabai merah keriting. Harga yang dia berikan adalah harga langsung dari petani. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli 10 kilo untuk kacang panjang dan terong ungu, dan 5 kilo untuk cabai merah keriting. Tibalah hari pengambilan pesanan. Saya datang pagi menjelang siang. Namun Pak Ustad tidak ada di lahan, beliau sudah pulang dan meminta saya datang di salah satu tempat yang terletak di pinggir jalan Daendels. Semua hasil panen pesenan sudah dia bawa dan siap diserahkan. Namun saya tidak begitu saja langsung pergi dari lahan, saya minta izin ke Pak Ustad untuk dapat mendokumentasikan beberapa hal di sana. Diantaranya saya memotret bibit yang sedang ditumbukan, palet tempat menumbuhkan bibit, beberapa potongan bekas kemasan olie untuk genset yang dipakai untuk menghidupkan pompa air, dll. Saya juga memotret celurit, topi caping, saluran pipa air, dan beberapa kemasan minuman yang tercecer. Saya memanfaatkan teras gubuk ditengah lahan Pak Ustad sebagai studio pemotretan. Semua barang-barang yang akan saya foto saya kumpulkan terlebih dahulu, lalu saya foto satu persatu di atas bangku teras gubug yang terbuat dari bambu.

Tak lama kemudian, saya tiba di tempat yang dimaksud. Selain serah terima hasil panen, kami berbincang seputar harga, pasar dan jadwal pengambilan hasil panen selanjutnya. Seluruh hasil panen yang saya bawa tidak semua hasil panen milik Pak Ustad. dia mengambil sebagian dari tetangga-tetangga lahan. Oleh karena itu, Pak Ustad berharap sebisa mungkin apa yang ingin dipesan jangan mepet dengan waktu pengambilan.

 

Produksi publikasi dan promosi “Panen apa hari ini”

Saya mulai membersihkan barang-barang panen di rumah pada malam hari. Terlebih dulu saya cuci dan saya simpan di keranjang plastik. Saya pikir selain harus saya simpan dalam keadaan bersih, mungkin dengan diangin-anginkan di dalam wadah yang terbuka dan berlobang-lubang dia akan cepat kering dan kembali segar. Keesokan harinya, saya mulai membuat catatan penimbangan permasing-masing sayuran. Saya membagi hitungan harga menjadi 3 ukuran, persatu kilo, 500 gram, dan 250 gram. Ada juga yang saya buat menjadi paket dari seluruh jenis panen per 200 gram. Kemudian data-data tersebut saya layout menjadi poster promosi dan pengantar mengenai ide proyek ini.

Setelah selesai dengan sesi pemotretan dan desain poster, saya beralih ke produksi web-blog. Saya pilih nama kios distribusi dan penjualan panen ini dengan nama “Panen apa hari ini”. Kata-kata itu tercetus begitu saja setelah saya nonton video peluncuran bukunya Marchella FP “Kamu terlalu banyak bercanda” di youtube channel Indonesia Kaya. Gaya kalimat ungkapan banyak dia pakai sebagai teks judul muapun sub judul dalam bukunya. Efeknya membuat nama judul menjadi sangat sederhana dan terasa dekat dengan kehidupan sehari-hari. “Panen apa hari ini” adalah ungkapan yang paling sering saya dengar dari orang-orang ketika membicarakan hal-hal seputar pertanian.

Jika kalian cek di kios online panenapahariini.wordpress.com, kalian akan melihat beberapa halaman yang ada dalam kios online tersebut. Ada halaman kios panen, produk temen, galeri, wawasan, tentang kami, dan kontak. Saya berusaha membangun kios online ini sebisa mungkin tidak melulu jualan barang dagangan saya sendiri. Saya ingin mengajak teman-teman saya yang sama-sama membuat produk yang berhubungan dengan pertanian, tanaman, dan lingkungan hidup untuk dapat dijual di situ. Tak hanya itu, saya juga ingin menjadikan kios ini ruang berbagi informasi dan pengetahuan. Seperti yang pernah saya sampaikan pada dua teman saya Mbak Aisyah Hilal dan Prihatmoko Moki. Suatu saat nanti, jika saya memiliki kesempatan membangun ruang secara fisik. Saya ingin membuat ruang yang sama dengan konsep kios online ini. Membangun jaringan distribusi hasil tani dengan pendekatan seni dan kreativitas. Harapan saya dengan metode seperti ini, akan banyak mempertemukan semangat-semangat perubahan baik dari anak-anak muda, untuk menjawab tantangan persoalan mengenai ketahanan pangan lokal di Yogyakarta.

Cara pemesanan

Silahkan klik link WhatsApp dalam setiap info panen dan kebutuhan produk yang ingin anda pesan.

Khusus area Yogyakarta gratis ongkos kirim.

Tulis pesan: