Penulis: Anang Saptoto
Ilustrasi foto koleksi PARI
Ini adalah catatan tentang ruang kerja saya yang baru saja dibuat. Saya menghabiskan banyak waktu di meja ini, meja bundar di atas sumur rumah saya. Meja ini saya buat beberapa hari setelah pandemi melanda. Dari bahan multipleks bekas meja kerja lama. Meja ini saya buat sendiri dengan bantuan teknis dari teman saya Andi Kusumo. Pandemi mengancam dan mengharuskan kita untuk tinggal di rumah. Konsekuensinya, kita harus bisa berimprovisasi jika tidak ingin bosan. Meja bundar ini saya letakkan sebagai penutup sumur tua di rumah saya yang sudah tidak terpakai. Meja ini memiliki karakter semi-outdoor dan berada di antara jemuran yang terselip di bawah langit-langit. Ketika saya memulai proses menjalankan kios online yang disebut Panen apa hari ini (Pari), semua hasil bumi yang saya beli disimpan di area meja bundar ini. Sembari mengerjakan desain dan karya video, saya terus mengamati respon terhadap publikasi Pari melalui Whatsapp, Instagram, Facebook dan web-blog. Selain itu, saya juga menyiapkan alat peraga seperti buku tulis, kalkulator dan timbangan roti untuk memperlancar pesanan. Ini adalah beberapa alat peraga yang selalu memenuhi meja bundar ini selama saya berada di sini.
Ada cerita pahit saat panen pertama. Saat saya pulang dari lahan Pak Ustaz Sofyan di Kulonprogo. Sesampainya di rumah, saya mencuci semua hasil panen yang saya bawa satu persatu dan memasukkannya ke dalam keranjang plastik. Sekedar informasi, keranjang ini saya beli bekas 3 hari sebelumnya dari kantor manajemen toko Mirota di Jalan Kaliurang. Saya berharap hasil panen sudah bersih dan siap untuk difoto keesokan harinya. Hasil panennya tertata rapi dan dikategorikan dengan baik. Ternyata apa yang saya lakukan salah. Keinginan untuk membuatnya bersih malah membuat semua hasil panen menjadi layu dengan busuk. Pada awalnya, saya tidak tahu bahwa dengan mencuci hasil panen akan membuat tanaman berumur pendek. Akibatnya, sebagian besar tanaman yang saya beli dalam waktu kurang dari seminggu sudah mulai layu dan membusuk. Awalnya saya bingung melihat kenyataan seperti itu. Tetapi segera setelah itu saya memilah-milah semua hasil panen yang masih bisa dimakan. Setelah itu, sebagian saya berikan kepada teman-teman yang mengelola dapur umum agar segera bisa dimasak.
Setelah saya memotret semua hasil panen di atas meja bundar, beberapa foto saya olah menjadi bahan untuk publikasi e-katalog panen pertama. Beberapa foto lainnya saya olah menjadi ujicoba karya baru, sebagai upaya untuk terus menghasilkan karya di masa pandemi ini. Hasilnya saya unggah di web-blog Panen apa hari ini (Pari). Saya bisa menghabiskan waktu yang sangat lama di meja bundar ini. Dengan berbagai macam aktivitas dan pekerjaan. Bias matahari, semilir udara, wangi pakaian di jemuran membuat saya betah dan nyaman melakukan pekerjaan di meja bundar ini.
Pandemi ini mengubah banyak hal bagi diri saya, sebagai seorang seniman dan desainer grafis. Perjumpaan dan persahabatan antara macbook pro dan terong, kamera dan kacang panjang, serta iringan musik spotify dengan cabe rawit membuat nalar pikir saya bergerak dan bekerja bersama. Memaksa kita untuk mempertanyakan relevansi dan mitos-mitos masa depan selama ini. Tidak mudah, tapi tidak ada pilihan lain. Semua harus dikerjakan, dihadirkan, dicatat, didokumentasikan, dan dianalisa sesuai dengan kapasitas waktu dan tenaga dalam keseharian. Tidak semua bisa saya rancang sebelumnya, sebagian adalah improvisasi, dan sebagian lagi hanya nekat. Dalam menguji coba platform kios online baru ini, saya hanya membayangkan bahwa saya akan menciptakan distribusi panen secara online, ruang berbagi cerita, dan pengetahuan melalui respon karya. Upaya untuk memastikan bahwa semuanya berjalan lancar dan terjual dengan baik tetap menjadi fokus utama. Namun jika tidak laku, saya akan membagikannya lagi secara gratis kepada teman-teman yang membutuhkan. Keuntungan terbesar bagi saya sebenarnya adalah dalam hal penelitian dan pekerjaan. Setiap minggu saya membuat penemuan baru, setiap minggu saya mendapatkan ide-ide baru untuk menghasilkan karya, menulis, dan bereksperimen dalam desain dan publikasi.
–
Ilustrasi foto koleksi PARI
This is a note about my newly created workspace. I spend a lot of time at this table, the round table above the well of my house. I made this table a few days after the pandemic hit. From multiplex material used as an old work table. I made this table myself with technical assistance from my friend Andi Kusumo. The pandemic threatens and requires us to stay at home. Consequently, we must be able to improvise if we don’t want to be bored. I put this round table as a cover for an old well in my house that is no longer used. It has a semi-outdoor character and sits between the clothespins tucked under the ceiling. When I started the process of running an online kiosk called Panen apa today (Pari), all the produce I bought was stored in this round table area. While working on the design and video work, I continued to observe the response to Pari’s publications via Whatsapp, Instagram, Facebook and web-blog. In addition, I also prepare props such as notebooks, calculators and bread scales to facilitate orders. These are some of the props that have filled the round table during my time here.
There was a bitter story during the first harvest. When I returned from Ustaz Sofyan’s land in Kulonprogo. Arriving home, I washed all the crops I had brought one by one and put them in a plastic basket. For your information, I bought this basket used 3 days earlier from the management office of Mirota store on Kaliurang Street. I hoped that the harvest would be clean and ready to be photographed the next day. The harvest was neatly organized and well categorized. It turned out that what I did was wrong. The desire to make it clean instead made all the crops wither and rot. At first, I didn’t know that washing the crops would make them short-lived. As a result, most of the crops I bought in less than a week had already started to wilt and rot. At first I was puzzled by such a reality. But soon after I sorted through all the edible crops. After that, I gave some of it to my friends who were running the public kitchen so that it could be cooked immediately.
After I photographed all the crops on the round table, I processed some of the photos into materials for the first harvest e-catalog publication. Some other photos I processed into new work trials, as an effort to continue producing works during this pandemic. I uploaded the results on the web-blog Panen apa today (Pari). I can spend a very long time at this round table. With various kinds of activities and work. The bias of the sun, the breeze of the air, the smell of clothes on the clothesline made me feel at home and comfortable doing work at this round table.
This pandemic changed a lot of things for me as an artist and graphic designer. The encounter and friendship between macbook pro and eggplant, camera and string beans, and spotify music with cayenne pepper made my mind move and work together. Forcing us to question the relevance and myths of the future so far. Not easy, but there is no other choice. Everything must be done, presented, recorded, documented, and analyzed according to the capacity of time and energy in daily life. Not everything I could design beforehand, some of it was improvised, and some of it was just reckless. In testing this new online kiosk platform, I just imagined that I would create an online distribution of harvests, a space to share stories and knowledge through work responses. Making sure that everything runs smoothly and sells well remains the main focus. But if they didn’t sell, I would redistribute them for free to friends who needed them. The biggest advantage for me is actually in terms of research and work. Every week I make new discoveries, every week I get new ideas to produce work, write, and experiment in design and publication.
Silahkan klik link WhatsApp dalam setiap info panen dan kebutuhan produk yang ingin anda pesan.
Khusus area Yogyakarta gratis ongkos kirim.
Tulis pesan: